
Jika aku hidup dalam cerita Nobita, bertemu dengan Doraemon, ada fasilitas yang ingin selalu ku gunakan: mesin waktu. Dimana aku bisa kembali pada masa itu. Masa dimana aku tidak beranjak dewasa.
Satu waktu, aku melewatkan sebuah kesempatan mendengar kata-kata dari seseorang. Bisa jadi tentang ungkapan perasaannya selama ini, bisa suka, senang, kritik, atau.. sekadar cerita biasa. Malam itu aku secara langsung menolak mendengarnya bicara tanpa benar-benar memberikan kesempatan untuknya. Kalau ada seorang bertanya “kenapa?”, pembenaranku saat itu “karena aku menemukan seorang lain.”
Seseorang itu adalah sosok laki-laki. Ia bersama denganku kurang dari setahun, namun kami biasa menghabiskan waktu barang satu-dua jam untuk makan, berbicara, dan lain hal. Perjalanan jauh kami hanya sebatas batas samudera. Dimana ia membuatku teriak takut karena akan jatuh dari atas motornya. Ia… melihatkan keahlian lepas setang sembari menginjak rem kaki dan melepas helm. Oh my!
Ia pun bertindak profesional saat aku dipertemukan dengannya dalam suatu acara. Mula, ia menjaga jarak, sampai di akhir acara biasa saja.
Aku pun merepotinya dengan hal remeh; meminjam motornya, memintanya untuk menemuiku meski saat itu ia baru saja pulang dari kegiatan di batas pantai sana untuk ke gunung; menemani makan meski lapak itu tidak membuatnya nyaman; hingga terakhir pertemuan kami, aku meninggalkan ia tanpa berucap maaf (saat itu ia bersama temannya).
Well, apapun itu, hanya sebuah potongan kisah kehidupan yang aku lalui setengah dekade lalu. Ia… kini menarik jangkar dan mulai berlayar bersama kekasih hatinya. Aku.. yang saat ini masih berlabuh pada pantai yang bahkan airnya tak kunjung pasang, melihatnya dengan tenang.
Ini cerita tidak seharusnya terunggah, aku yang hanya bisa berkata indah, tergerak untuk menuliskannya. Jika mesin waktu itu ada, aku ingin mendengar kata itu darinya.
Hal lain yang ingin ku lakukan adalah… berkunjung menemui seorang perempuan yang berusia lima bulan lebih tua dariku. Saat ini ia bersiap untuk melepas jangkar, mengibarkan layar, dan bersiap untuk berlayar menuju pulau seberang. Ia sedang menunggu angin baik yang akan mengantarkannya menuju dermaga baru. Dermaga kokoh yang akan menerimanya berlabuh lama di sana. Aku… terharu dibuatnya. Suatu saat nanti, aku ingin semesta mempertemukan kami di saat yang tepat.
Banyak hal yang ingin kulakukan. Aku tau, itu mustahil. Karena waktuku akan terus berputar. Detik demi detik berkurang di dunia, menuju akhirat. Kutau pasti, semua waktuku tertulis olehNya. Aku bisa saja merubah itu, aku tak ingin. Hanya malas. Ego. Pikiran. Rasa. Overthinking. Dan… anggap saja bukan waktuku untuk bertakdir.