selamat sore đŸ™‚
Baiklah, saya tiba-tiba teringat sebuah rangkaian kata yang ingin saya tuliskan semalam. Saat saya meninggalkan Gelanggang Mahasiswa dalam keadaan setengah ‘sadar’. Mabuk? Bukan. Saya tidak pernah mabuk alkohol karena di agama saya melarang itu. Jadi?

Sahabat, teman, kerabat, saudara, atau apalah itu namanya adalah orang yang mengerti kita. Beberapa orang menyebutnya demikian, tapi bagi saya hal itu tidak sepenuhnya benar. Karena yang bisa mengerti dan memahami kita adalah ya diri kita sendiri. Nggak percaya? Coba, saat kamu merasa lelah, letih, lunglai, dan gundah gulana, banyak diantara teman-teman perempuan yang bilang “Nggak apa-apa kok,” padahal mereka dalam masalah.
Loh? Iya, ada sebuah kisah dari klien psikolog di universitas saya. Beliau bercerita kalau ada seorang bapak-bapak taat agama, tetapi memiliki sifat pendiam. Lalu suatu saat, terjadi bencana di kampungnya. Semua harta benda habis terkubur tanah longsor tersebut. Beberapa tetangganya merasa frustasi dan curhat kepada si Bapak tersebut. Lali si bapak itu mendengarkan segala curhatan si tetangga itu dan si tetangga mengaku ‘plong’. Namun, bapak tersebut masih memendam perasaannya. Beliau berpikir segalanya akan baik-baik saja, hingga ia terlihat melangkah menuju sebuah sumur. Bapak tersebut mencoba untuk bunuh diri. Apa? Well, setelah meluapkan uneg-uneg di hati si Bapak, ia pun merasa lega. Tetapi kejadian percobaan bunuh diri di sumur itu terulang dan kembali berhasil dicegah.
So? Betapa besarnya kekuatan mendengarkan, bukan?
Saya tidak akan membahas si Bapak ini kok. Hanya ingin mengutarakan bahwa apa yang terjadi pada diri kita, kita dan Tuhan yang mengetahuinya. Tuhan kan Maha Mengetahui isi hati dan pikiran makhluk-Nya, bukan?
Oke, jika kamu memang butuh tempat curhat, maka luapkan segala uneg-uneg kamu kepada teman, sahabat, kerabat, atau apalah itu namanya untuk memuntahkan ‘sampah’ pikiranmu. Loh, kamu tidak butuh tanggapan, hanya teman untuk berbagi kok. Kalau temanmu jadi tempat sampah ya, mbok didengarkan saja. Daaaaaan… perhatikan temanmu yang sedang curhat yo. Plis, ngga usah disambi main gadget, karena itu akan mengurangi rasa ‘diperhatikan’.
(TRUE STORY)
Atau saat kamu memang tidak ada stok teman, sahabat, kerabat, atau apalah itu namany untuk dijadikan tempat sampah, maka: DENGARKAN DIRIMU. Ya. denagrkan dirimu. keinginan dirimu. keinginan pikiranmu. imajinasi. dan daya khayalmu mau kemana untuk meringankan uneg-uneg dipikiranmu? Boleh loh dilakukan sesuai keinginanmu asala tidak merugikan orang lain, masih dalam batas normal toleransi agam, dan pastinya tidak merusak diri atau bahkan menambah beban pikiran kamu.
Contoh nih ya:
Karena, menurut saya, tidak ada teman yang bisa dijadikan ‘pelampiasan uneg-uneg’, maka saya memilih untuk menyendiri. Bersepeda di malam hari dengan memasang muka jutek. Hahaha. Apapun pikiran orang mah sebodo amat. Lalu, saya pun bersepeda menuju Malioboro. Ya. Simpel, tapi itu dibutuhkan karena tubuh kamu menginginkan itu. Di malam itu, kamu bisa berpikir, menikmati malam Jogja yang nggg… semakin semrawut tetapi tetap manis, lampu-lampu yang memancarkan keindahan, syukur-syukur kamu bisa lihat bintang. Wew. Saya suka loh lihat bintang dan bulan (eeeehhhhh……)
Well, setelah itu kamu bisa mendengarkan musik yang ‘kamu’ banget. Dengerin instrumen gitarnya Depapepe yang One, misalnya? Atau cari cover-an lagu Depapepe yang dibawakan oleh Sungha Jung? Atau apalah. Kalau saya sih, mending dengerin radio. Eh, tapi semalem juga dengerin Depapepe kok. Sampai menangis.
Nah, ini juga perlu. Menangis. Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang menangis itu tandanya lemah. Tapi tau tidak? Menurut saya pribadi, perempuan yang menangis berarti ia sudah tidak bisa menahan perasaan yang mendesak di hatinya. Beuhhhh…
Lalu apa? Menulis? Yuhu. Salah satu terapi yang sedikit menguras otak dan sedikit gila. Kenapa? Ya karena kamu akan menuliskan apa yang kamu rasakan. Itu sudut pandang kamu. Jadi kalau dibaca orang lain, ya agak-agak nggak nyambung. Kecuali kalau dikemas dalam sebuah novel.
Well, smeua yang saya tulis itu intinya hanya : Hanya Butuh Didengarkan. Cukup didengarkan. Dengarkan teman kamu, sahabat kamu, kerabat kamu, atau dengarkan diri kamu sendiri. Oke. Oke. Oke.
Buat kamu yang lagi gelisah dan merasa sendiri, yuk, dengarkan kata hatimu butuh apa. Ada perlunya kamu membuka diri untuk berbagi ke orang lain. Berbagi ya.
tapi walau bagaimanapun juga menyimpan uneg2 sendiri itu juga tidak baik kalau memang sudah tidak ada orang yang diajak cerita bisa diluapkan melalui tulisan dan ungkapan hati dan setuju banget bisa dg melakukan aktifitas yang disuka
Sebenarnya dengan “menerima keadaan” pun membantu kita bisa legowo